Sunday 31 December 2017

JENDELA


        Menunggu hingga senja kembali turun di muka jendela, seiring terbentur luka Ia menumpu pada kursi roda dan bertanya tentang mengapa rindu itu menyulitkan?

          Titik air sisa hujan memantulkan cahaya pada ranting ranting yang ditiup angin, mereka berhembus meski tak pernah membawa kabar tentang gelisahnya. Sebelum selimut malam mengakhiri senja, ribuan kata maaf terus membeku pada cerita yang lama tenggelam, tertelan masa suram. Bersama masa lalu ia pecandu rindu yang sayangnya terbelenggu, tak pernah tahu, mengancam sebuah temu. Ia juga pencinta yang nyatanya buta karena merasa yang ia terima tak pernah sama.

      Saat kepergian menunjukan wujudnya untuk dicicipi bersama kopi di satu senja. janganlah lagi rasanya harus membenci semesta. Faktanya, rasa bukan sekedar selalu ada dan apa adanya, lebih dari mengerti dan mau dimengerti, semua hanya tentang mencintai seadanya, dan merindu sewajarnya.

Rizkia, 29.12.17

AKU BUKANLAH PERTEMUAN YANG KAU INGINKAN



                Senja terakhir di satu sore itu telah digantikan malamnya. Aku yang selalu suka bercerita dan mengukir tawa, harus tenggelam dalam keramaian dan kebisuan setelah ia memilih untuk menghindari pertemuan. Lalu lalang keramaian semakin memuncak di hari terakhir tahun itu, berlomba lomba menutup tahun dengan kebersamaan, bergandengan merayakan yang tak bisa ku rasakan, melawan dingin angin malam, di atas bukit merangkai kemesraan saat ia telah memilih untuk menikam kaku tubuh ini dengan pertemuan yang lebih ia inginkan.

                Membahas sebuah arti perayaan, aku tak begitu nafsu dengan apa yang orang-orang lakukan di kota malam itu, namun, wajarkah jika saja sekeping hati ini memilih untuk ciptakan harap bersama dengan yang semestinya ada, menutup hari dengan setelah lelah bersama, dan menyimpan malam sebagai kenang yang akan menuntun rasa rindu untuk kembali pulang ? Entah , aku tak pernah tahu tentang benar atau salahnya setiap bait yang ku dekap. Yang pasti, aku berada diantara hingar – bingar para pecandu keramaian, menjadi seongok hati yang ia miliki namun tak pernah ia genggam, dibiarkan linglung, sepi dan menghilang diantara ramainya malam pergantian tahun.

                Sudah jelas adanya, tapi hati tak pernah mau mengakuinya. Selalu saja keras kepala berusaha selalu ada meski tak sedikitpun ia mengharapkannya. Menolak tuk mengakui bahwa aku telah patah, hati ini tak berfikir tentang kapan ia akan dipadamkan dan hilang dari sebuah pengakuan. Harum aroma pembakaran tak ku hirup, saat janji kian membusuk.

                Udara semakin dingin, namun harap telah lama membeku, aku yang masih saja berharap dengan sebuah kehadirannya maka semua akan melebur. Tapi nyatanya setiap hangat dan tawa dari keramaian justru membius kata pada puncak hipotermia. Harap ini kaku dan mati setelah menyadari ada tawanya diantara keramaian bersama seorang, dimana pertemuannya tak sama sekali ia rencanakan . ledakan kembang api pun menerangi langit yang kokoh saling berbalas seiring dengan rentetan sayat yang menghantam ruang harap yang seketika runtuh olehnya. Jatuh mendomino, retak sudah genggaman yang selama ini dipertahankan, bibir membisu dan kaki pun tak sanggup melangkah lebih jauh, hingga akhirnya terbakar sudah semua yang beku, saat semua orang saling memeluk, ku lihat dekapnya semakin erat dan nyatanya, harap ku telah ia hempaskan, sebagai kisah yang kini tergantikan, tanpa ucapan.

***


Lalu,

                Seiring terbakarnya diantara pelukan, aku menjalema kembang api yang ia lontarkan, siap sajikan indah meski hancur terbakar, lalu menghilang di antara selimut malam.



Rizkia, 01/01/18

Friday 22 December 2017

BERDAMAI DENGAN SENJA

Bila kamu sedang duduk sendiri di sebuah cafe, ditemani kopi dan cerah senja di ujung sebuah sore, apakah saat itu kamu pernah mengingat tentang seharusnya dengan siapa kamu harus berada disana?

Disanalah aku. Seorang yang tak lagi bisa mengenal dirinya, seorang yang tidak lagi temukan alasan berpergian, bersama bibir yang tak lagi tau apa arti sebuah senyuman. Dekat tembok samping barista, aku coba sajikan setiap waktu, untuk menghindar dari luangnya hari. Karena setiap yang berpatah hati tau, dengan menyibukan diri ia akan mudah menyelaraskan setiap fungsi otak selain mengingat kepergian.

Kamu, mungkin pernah duduk sendirian, namun tak semua orang tau seperti apa pahitnya kehilangan. Dan disore itu aku yakin, takan pernah ada kesibukan yang dapat menyembuhkan setiap sayatan yang dibuat dengan kesengajaan. Pahitnya kopi yang aku rasa di café ini, takan pernah mampu mengalahkan pahitnya kecurangan yang pernah ia lakukan. Dan jika saja ada menu terpahit di café ini, mungkin itu takan pernah menjadi sebuah hal yang harus membekas.

Sekeliling sangat ramai, saat hatiku masih saja sulit untuk berdamai. Sekeliling terasa sangat asyik disaat semua rasa yang teringat terasa semakin tengik. Entah apa yang membuat aku menjadi semakin gusar, padahal semua berjalan cukup normal.

Andaikan ada, sebuah alasan tentang kenapa ia pergi, aku yakin senja di hari ini takan terasa sangat indah ketika ia meninggalkan cahayanya. Karena bagiku, di anding dirinya, cerah senja sangat tahu tentang bagaimana cara melepas dirinya untuk pergi di satu hari.

          
 Rizkia M Yusuf, 18/11/17

DIORAMA MENTARI

Siangnya, ku terlamun dalam khayal yang begitu dalam diantara semua orang yang sedang  ditekan padatnya hari, disulut panasnya mentari,  dan saat semua tertahan dalam sibuknya, aku merasa seakan kesendirian ini takan pernah menjadi basi, akan selalu saja tetap beggini dan begini, awet tak berkesudahan saat tak tau lagi apa itu harapan. Tak dapat ku pungkiri, setelah kamu benar benar memutuskan untuk pergi, aku tak pernah tau apa lagi yang harus ku cari.

Dulu, saat kesetiaan masih ku percayai, kamulah yang selalu aku nanti, tak peduli siang terik mentari menggerogoti pundak yang selalu kamu cari. Disitulah aku dengan ketangguhanku padamu. Namun, aku tak pernah mengerti, mangapa bisa aku sekuat itu saat aku menunggu mu, meski raga telah tertelan rentetan luka yang dlam, meski hati ini telah tenggelam oleh air mata yang tak pernah kau jumpai. Akulah orang tersukses yang mampu bertahan dalam hubungan.

Namun, saat semua kini hilang, aku hanyalah sendiri, seperti superhero yang kehilangan kekuatan supernya, aku sudah tak pernah lagi kau cari, aku bukanlah siapa siapa lagi kini. dalam khayalnya yang kini ia sadari, bahwa ia kini telah rapuh untuk selamanya. Takan pernah ada lagi aku  singgah dalam hati yang tak bisa memberi pasti kapan ia akan pergi. Tak mau lagi aku menjumpai pintu untuk aku ketuk, karena aku tak pernah tau apa yang aku dapat didalamnya.

...

Namun. Terimakasih aku ucapkan padamu yang telah mampu tunjukan betapa kuatnya aku dalam pendambaan yang tak pernah kau balaskan. Dengan mu aku tau, sekuat apapun diriku, akan selalu ada kehilangan yang menjemput semua kekuatan. Dan lalu, perihal menunggu. Denganmu aku tau, bahwa seberat apapun proses yang telah ku lakukan dlam penantian, takan mampu bukakan kenyataan di ujung jalan.


RizkiaMYusuf , 17/11/17

AROMA PAGI


Dingin udara yang menusuk sukmaku pagi itu, berhasil membuat raga kembali terbangun dari hamparan ladang sejuta impi tak terukur. Bosan memang rasanya mencium aroma pagi tanpa sapamu lagi, membuka  mata tanpa nyala ponselku lagi. Hingga setelahnya kembali lagi dan lagi ku seduh secangkir kopi, sebagai pelarai aroma pagi atas hati yang tak pernah bisa berdamai, atas hilangmu saat langkahku yang kian gontai.
Serupa kopi pagi ini, semoga pahit akan cepat menguap menjadi kepulan di udara yang selanjutnya ku hirup sebelum semuanya menghilang. Dengan begitulah aku ingin kamu tahu, betapa sederhananya saat aku menikmati luka di pagi yang ku rasa hampa.
Hingga cangkir pun telah sisakan pahitnya hampas, ia bercerita bahwa selalu ada hangat yang akan mengunjungi pagi mu sebelum pahit menyentuh bibir yang selalu terasa manis saat mengucap rindu di setiap senjanya.
Hangat surya terus mendesak raga untuk tak lagi berpijak, namun hati terus saja mengajak k uterus berdebat, tentang mengapa bisa sebuah rasa tiba – tiba hilang padahal tak ada badai yang membentang. Hingga otak akhirnya bertindak, ia mencoba untuk berdialog dengan setiap rasa yang ia punya, sembari berkata ia pun menutup kegelisahan yang hati rasakan , “Akan datang sebuah alasan kepergian, disaat satu perpisahan berada diujung kenangan.”

Rizkia M Yusuf, 12-11-17

Thursday 2 November 2017

DENGAN SAPAAN KAU MENJEMPUT KEPERGIAN

                Tak pernah ada kehadiran yang tak hilang,
                Semua tentang harapan hanya akan kembali menjadi kenang,
                Sekeras apapun kamu berteriak “I love U” semua akan kembali bisu hanya oleh waktu.
                Karena sejauh apapun perjalanan pasti akan temukan sebuah akhiran,


                Baik itu karena sudah waktunya mendekorasi pelaminan, atau sekalipun kembali harus merapikan harapan karena ditinggalkan.


                Pagi itu terlalu gelap bagiku, surya menyingsing namun cahayanya tak kunjung cerah. Angin juga bertiup tetapi aku tak bisa bernafas, sesak rasanya, Gitarku tergeletak, namun alunan lagu patah hati masih saja mengalun seiring jatuhnya embun pada kisah patah yang hancur secara beruntun. Mendomino dalam sanubari yang begitu dekat dengan rasa pahit serupa dasar secangkir kopi.


                Disanalah aku dengan sejuta rapuhku, yang selalu saja berlagak kuat dan mampu, setelah sayatan harap kembali membunuhku. Bersembunyi di balik kata penuh romansa, seolah sajikan fakta tentang cinta, serupa berteman dengan luka, padahal akupun muak di dalamnya.


                Ingin ku menggugat kehadiran rasa dalam setiap cerita yang selalu saja bisa datang dengan tiba – tiba. Datang dan singgah, bercerita akan khayal dan cita. Namun ia hilang kembali dan lagi lagi aku yang harus hancur sendiri. Berdansa dengan ironi bergaunkan luka.


                Mengangkat kembali kasus dengan siapa curhatnya tapi sama siapa jadinya. Berharap dengan kamu hariku selalu bisa ditemani, tapi gemuruh dalam hati tak kunjung pergi. Dan sekali lagi aku yang dengan bodohnya berharap pada yang tak akan pernah tiba, yang abaikan aku dan selalu adanya hadirku.


                akulah yang merengkuh setiap dukamu saat hadir sebuah tanya kepada siapa kelak kamu akan bercerita. Yang berusaha tetap hangat saat nyatanya aku sendiri dilalap oleh dinginnya sikapmu. Dan aku yang berusaha tetap menjadi angin sejuk saat kamu kembali berpaling pada kisah lama yang telah kau bakar bersamaku di panasnya tungku perapian.


                Dan Siangnya, saat kau bereskan semua bekal yang kau rasa cukup kembali membawamu pergi berkelana lagi, kau tinggalkan aku sendiri dalam tenda beserta sisa sisa hangat api, yang kini berupa abu. tersesat dalam hampa, kehilangan arah dalam hatimu yang serupa rimba, antara ada dan tiada, akulah yang dulu kau cari, kini entah siapa yang harus kembali kau singgahi nanti.


            Dering ponsel yang selama ini sangat piawai membuat hari terasa ramai, harus terhenti mengiringi langkah yang kian gontai. Dan aku yang tak pernah tahu akan hadirnya di hidupmu, telah menjadi satu notifikasi terakhir yang ku tahu darimu.

                Aku tak perah menyalahkan akan semua keputusanmu untuk memilihnya, dan sekalipun aku tidak pernah membenci dirinya yang tiba – tiba saja hadir untukmu saat aku masih benar benar mengharapkanmu.

                Aku sangka,
dengan hadirku yang selalu ada akan membuatmu sadar betapa besar sebuah harap yang ku punya.
                Aku sangka
Dengan sejuta rangkai canda buahkan tawa, akan selalu bisa membuatmu melupakan semua perihal  tentang luka.
                Nyatanya Tidak.
Kamu hanya mementingkan setiap rasa yang kamu punya saja, tanpa menghiraukan tentang apa yang aku simpan padanya, hingga tiba saatnya , ketika aku merasa paling bisa mendaki puncak harap dalam hatimu, Seketika kamu runtuhkan tubuh ini, kamu lepaskan pelukan seakan kamu berani untuk kembali kedinginan.


Lalu sorenya, selepas darimu yang sudah tidak ingin tahu keberadaanku,
tepat 5 menit sebelum air mendidih.
Kembali harus aku seduh sebuah sedih yang sengaja tidak ku sudahi.
Namun, disisa hari ini.  Tepat lima menit sebelum senja pergi.
Aku sudah merasakan kehilangan yang begitu membuatku hampa tanpa cahaya.
Dan, tepat 3 jam setelah hujan reda
Pipiku masih saja basah oleh kecewa yang selama ini bermuara pada duka sebuah luka yang kesekian kalinya. Meluap, mengalir, dan berahir pada kisah dengan resah, membasahi bibir dengan senyuman yang patah.


             Terima kasih, dariku yang tak pernah kamu tahu bagaimana akan perasaannya.

Denganmu, kembali ku tersadar, bahwa akan selalu hadir jutaan tawa berbuah bahagia sebelum satu luka kembali menyapa.

Tuesday 10 October 2017

CERITA SECANGKIR KOPI

Terima kasih untukmu dan secangkir kopi.

            Yang telah membuat ku merasakan hangat dan manis disetiap teguk pertama seperti awal sebuah pertemuan antara kita. Berdua. Tercium pekatnya aroma, lambangkan rasa nyaman, antara sepasang telinga terhadap setiap susunan kata dan cerita tentang luka lama yang telah kehabisan tangisnya. Saat itu rasi bintang bersaing dengan cerahnya rembulan, berlomba – lomba menjadi saksi dari asyiknya sepasang bibir dalam perbincangan antara kita.

            Namun.

            Seiring lontaran tawa dan canda semakin menjadi, saat itu juga hangatnya kopi perlahan pergi. Dimana manisnya tiba tiba tak terasa.

Hambar dirasa…
Disaat aku tahu…
Bahwa…
Kamu telah kembali pulang pada pelukan lama.


Tak mungkin secepat itu kau lupa
Air mata sedihmu kala itu
Mengungkapkan semua kekuranganya
Dariku yang tidak ia punya

Daya pikat yang memang engkau punya
Sungguh – sungguh ingin aku lindungi
Dan setelah luka – lukamu reda
Kau lupa aku juga punya rasa
Tulus – Langit Abu - Abu

           

            Dan kini.

                   Tegukan terakhir pada kopi dalam cangkir, telah sisakan hampas, pada pahitnya sebuah cerita yang tak tuntas. Bersamaan dengan kamu yang telah bergegas untuk kembali tinggalkan luka yang tak pantas. Rembulan tak berkata, cahaya bintang pun takan pernah bertanya, tentang mengapa bisa kau tingalkan sepasang telinga yang selalu ada tuk setiap cerita, dalam lelah penatmu diujung senja.


           Dan malam ini, di tempat yang kini takan lagi kamu singgahi aku mencoba menatatap kepulan dari secangkir kopi, berhayal akan hadir kembali ceritamu yang memenuhi isi telingaku seperti saat awal bertemu. Hingga akhirnya kepulan tersebut hilang, menguap bersama sosok yang nyatanya telah pulang.



                Maka untuk terakhir kalinya izinkanlah aku membanggakan hatiku yang kembali serupa cangkir yang hanya berisi endapan pahit akan luka yang tak pernah kusangka. Dan disini aku terlambat untuk mengerti, bahwa kopi tak pernah bisa menemani mereka tuk mempertahankan sebuah harapan. Namun kopi, hanya tepat untuk mereka yang terluka, tanpa sebuah cerita untuk kembali didengarkan. 



Bandung, Oktober 2017

Rizkiamyusuf

*bersama hujan, kopi dan lagu TULUS - LANGIT ABU ABU

Saturday 16 September 2017

TAK USAH BERTEMU

Dibanding diam ditengah perjalanan , lebih baik kamu cari persinggahan, untuk melarut kebosanan.

                Dalam bisu, dan sembilu. Ku baca kembali setiap pesan via DM dari akun Instagram-mu.
Yang seketika langsung ku baca ketika dering ponselku berbunyi. Serupa tangisan bayi, yang meminta susu sang ibu, kapan pun itu terjadi maka tak pernah terabaikan, apalagi ku tinggalkan.

                Noraknya aku, yang dengan mudahnya tersapu ilusi semu dari orang yang belum tentu bertuju padaku. Setelah lama rasanya, akhirnya aku merasa bahwa bercermin pada luka lama takan pernah menghasilkan bayangan yang sama. Tidak seperti ketika kita bosan tertawa karena lelucon yang diulang ulang, rasa luka tak pernah buat kita bosan, meski pada kesalahan yang sama dan terulang.

                Satu hal yang aku tahu, kau adalah orang yang mungkin selama ini dipersiapkan untuk kembali mengisi tawa, lalu kembali pergi sisakan luka, yang lalu kutuliskan kembali dalam cerita. Tapi maaf, kini yang ku tulis  bukanlah soal perasaan dan rasa amat kasihan yang tanpa bosan bosan ku hikayatkan. Namun semua serupa luka, telah tercipta tanpa konsep yang dapat kita terka Seketika harap tiba tiba  tiada. Karena, dari setiap kata yang kususun dengan duka, hanya kembali berporos pada satu fakta.

                                Dimana kamu adalah luka orang yang akan ku tulis.
                                Dan aku akan tetap jadi kumpulan kata yang takan pernah kau baca.

                Seribu ungkapan penyesalan rasanya tak pantas ku rasakan, mengingat hadirmu disini hanyalah untuk sejenak bersinggah. Sejenak melarut kata bosan pada hubungan yang seharusnya kau pertahankan. Dan disinilah aku tahu ! tak selamanya mereka yang bertahan mampu menahan bosan tanpa persinggahan. Terkadang mereka menyisakan ruang yang gelap dibalik senyum tawa untuk menjaga satu perasaan. Terkadang mereka punya waktu luang yang sempit dibalik gelisah meminta pengertian.

                Namun, saat rasa bosan telah pergi, mereka pun tinggalkan semuanya, dan bergegas tanpa permisi. Seperti sore itu, di tempat kopi, dimana seharusnya bertatap dan bercakap, melarut rasa bosan dalam kehangatan, menikmati aroma senja dalam secangkir kisah yang secara perlahan dapat kurasakan. Namun disana aku hanya bertemu dengan sebuah ketiadaan.

                Semua itu semu, entah mengapa rasanya lebih pahit dari pada secangkir ekspreso yang biasa ku minum. Hadir, tanpa awalan, dan pergi tanpa bayangan. Kursi yang sejak sore itu sengaja ku persiapkan untuk sebuah cerita di cerah senja harus kosong begitu saja.tanpa kepastian untuk kau duduki. Sempat cemas, namun sudalah, aku terlanjur tersadar bahwa kali ini memang kau benar benar hilang dan telah sadar, bahwa itu adalah waktunya untukmu kembali pulang.

                Terlambat sudah untuk aku sadari, bahwa aku sangat hobi mengulang luka, sangat suka mendamba kepadanya yang tak pernah ada. Sangat mudah jiwa ini melarut dalam khayal yang tak sempat ku sandingkan dengan kerasionalan.

                Tapi tak apa,
                Pergilah,
                Kembalilah kepada peluk yang sudah seharusnya hangat mu berada.
                Dekaplah dia seperti aku mendekap dinginnya kehilangan.

                Sudah sepantasnya aku menerima ini, untuk segera terbangun dari mimpi yang terus saja membelenggu disetiap hadirnya kepingan hati yang baru. Sepertimu, datang penuh luka, lalu sekejap canda menjadi obatnya. Lalu pergi lagi dan hadiahkan duka untuk persinggahannya, yang sengaja  dibungkus rapinya sebuah harapan.

                Dan janjiku pada cerita kali ini, aku benar benar takan bersedih, bukan karena keringnya air mataku oleh kisah sebelumnya, namun ku yakin, karena mu, seiring hati ini dipatahkan, maka ia pun akan kembali dikuatkan.

                Tenang sajalah, aku sangat berterima kasih, dengan mu aku belajar banyak tentang apa itu warna pesona sebuah harap. Biarkanlah aku kembali merengkuh nestapa sepi di ramainya kota. Dan jika kamu kembali harus menunggu kereta yang entah kemana akan membawamu, aku akan tetap menjadi kursi di stasiun, menunggumu kembali duduk dan singgah, saat harapmu tak kunjung tiba.

Bandung, 2017

Rizkia m yusuf


Thursday 7 September 2017

RINTIK

Jika kau temui jatuhan air dari langit dikala kau risau, percayalah itu bukan hujan.
melainkan tangisku yang selama ini menahan rindu sepeninggalanmu.

Kadang mereka datang untuk merugi bersama banyaknya angin disuatu hari, menarik  kusamnya bayang memori dalam kepahitan terindah yang kembali menari.

Kadang pula hadir hanya untuk menyapa dan tak selalu terduga, walau banyak yang menerka, menyentuh relung jiwa paling hampa membawa tawa, menyapu seluruh keluh dengan gelisah berbalut duka.

      Seringnya ku benci.
          Hadirnya ku rindu.
          Perginya ku tenang.
          Hilangnya dikenang.

Andai hujan kembali menyapa bersama angin tanpa memori, kembalikan semua rasa, hingga ku berani untuk kembali bermimpiTapi jika hanya untuk merugi, ku mencoba tak berkata, karena tidak ingin ku sakit lagi dengan hujan yang berbeda

Melintasi sepi malam ini membuatku kembali teringat, bahwa dirimu kini sedang menikmati dinginnya deras hujan dengan hangatnya sebuah pelukan, mengkombinasi bersama pekatnya aroma kopi penuh kasih sayang. Juga tak lupa menyelimuti diri dengan selimut yang sengaja kau rajut penuh dengan rasa dan harapan yang baru, setelah bahagia kau lepas dari ku, yang dulu kau anggap sangat membelenggu.

          Lain halnya dengan ku.

Yang masih dilalap sepi, membiru lebam terpukul kesendirian menjalema serupa hujan. Hari ini tak ada gunanya ku meringis, karena memang sudah percuma, setiap tangisan ku hanyalah akan membuat mu semakin merasa nyaman dalam pelukan, dan semakin cepat melupakan

          Lain halnya dengan ku.

Disini berbalut bekunya sebuah arti merindu, meringis pedih membias masa lalu merupa menjadi hipotermia yang dengan dinginnya menusuk saraf kedalam kalbu.
        
          Namun Bagimu.

Yang sudah terbiasa acuhkan setiap nada rindu dari ku, kau anggap semua hal itu hanyalah semu, palsu, dan tak pernah pantas untukmu.
Tak apa bagiku.
Ku harap kau bisa bahagia dengan setiap caramu, sudah kebal rasanya kau acuhkan diriku, dan ku harap ketika nanti hujan kembali. Kau dapat sesekali melepas selimutmu, hanya untuk beranjak keluar, dan temui aku,
Tak usah kau susah mencariku, cukup tatap langit saja di depan rumahmu, karena aku adalah awan yang sejak sore meneteskan air penuh ketulusan, hanya karena ingin kau merasa hangat dan nyaman.

          Inilah dariku,
          
Untukmu yang tak lagi sanggup ku peluk, tak bisa lagi rasanya ku genggam semua rasa rindu ini untukmu, sudah terlalu lama dan jauh berlalu, meruntuhkan setiap segmen harapan yang dulu, masih sangat membekas rasa pelukmu, hangatnya kasih tulusmu beserta senyuman yang membayang , membuatku gila , dimakan rasa yang kini telah tiada.
          
Otakku berirama, khayalku menari, mengajak seluruh sel dalam tubuhku hingga ke nadi. Hingga akhirnya semua jatuh satu persatu, mendomino saat kau tarik sekaligus harapan yang telah kurangkai.

          Itulah untukmu,
          
Sebuah harap yang kau runtuhkan, semua impi yang kau tinggalkan, sejuta pengorbanan yang kau acuhkan, dan cerita bahagia yang pernah membuatmu tertawa lepas walau akhirnya membuatku tewas. Tak ada artinya lagi ku meringis, karena setiap hadir dan sapaku yang kau tepis. Tak ada artinya lagi ku berdiri, karena kini bahu yang pernah menjadi tempatmu berbagi hati, telah rapuh, usang, retak tak ada yang memiliki.
          Namun, perlu kau ketahui,
Kini temanku telah bertambah, bukan hanya dengan cerita lama, dan memori yang kian menyiksa, kini rindu pun telah menjadi teman baru ku, dan sesaat lagi ia ku anggap sebagai sahabat baru, karena, dia telah mengisi seluruh ruang ku denganmu yang dulu pernah menyatu.
          
Lalu, ada yang namanya hujan, dia ini senantiasa embuat gaduh, meriuh diantara kesendirianku, meretas senyap, Berbisik dengan jutaan rintik, dan airnya yang terjatuh dengan gaduh, yang juga mengalir diatas jalanan yang retak selalu saja mengajak beradu dengan tempo dengan air yang terjatuh dengan sejuta peluh, yang juga mengalir di atas kisah yang telah rusak.
          
Hari ini,  aku sedang ingin bertemu dengan meraka, berdiskusi dengan apa  arti sendiri. Dan bersama mereka, kuciptakan aksara yang seharusnya tertuju untuk masa lalu. Dan resmi dihari ini.
          
Saat ku kenalkan mereka kepadamu, kita telah menjadi kesatuan baru, yang akan selalu setia mengisi setiap sela dimana kita pernah bersama, Dan masih disini, aku, bersama rindu dan hujan, akan memperkenalkan diri, sebagai suatu kumpulan kesempurnaan yang ku namai sepi. yang suatu saat, kepada mu akan menyapa dan itu pasti.


Ditulis saat tak ada hujan, tapi ku tetap merindukan sebuah sapaan.

Bandung, 2017
Rizkiamyusuf


Monday 28 August 2017

SINGGAH

             
Luka bisa datang kapan saja.


             PERIHAL DIANGGAP ATAU TIDAK,
             Dan semua hal tentang lupa atau ingat.
         Kita semua pernah merasakan pertemuan yang jauh lebih aneh dari apa yang kita bayangkan,

           Mau kamu bahagia atau kamu terluka diakhir cerita, semua dari kita pernah dan akan bahagia. Saat tiba tiba bubuh kehadiran buahkan harapan, Seketika lancangnya kata sayang menulusup masuk menusuk jatung dengan rasa terdalam, hadirkan cerita berbumbu tawa, hingga singkat kata, semua kisahkan kehadirannya sebagai alasan kita berbahagia.

              Dan ulala.
          Alangkah senangnya, ternyata luka masa lalu yang kita pikirkan melulu, nyatanya telah jauh berlalu. tersapu , digulung debu, bersama khayal yang tak tentu untuk langkah tak bertuju dalam dekap masa lalu.
        Tenang saja. memang, semua tentang luka masihlah berharga, apalagi untuknya yang pernah membuat kita susah lupa.
            Namun, karena setiap rasa akan kembali bahagia, untuk kali ini enyahlah dari perdebatan tentang definisi luka menjurus duka, lupakanlah, sudahilah, karena  inilah penantian mu diujung lelah.

          Dia.
          Tak pernah ada cerita sebelumnya.
          Tapi mampu hadirkan rasa.
        Seseorang yang hadir di ujung luka, ternyata dengan mudahnya hapuskan semua air mata yang selama ini terus bermuara dari sisa cerita yang telah tiada.
Sedikit demi sedikit dengan tengilnya ia ukir wajah ku dengan ketukan rindu, dan dengan hebatnya ! hanya dialah yang kini buatku kembali tersipu , dimana kutahan sedikit senyumku saja rasanya tak mampu.

         Dan pipi, yang selalu basah, diusapnya tanpa sisakan sedikitpun kata resah. Seperti halnya dulu, saat pernah ada luka yang tak bisa ku tulisakan semuanya.
          
Kini telah berganti,
Menjadi bahagia yang sulit terdefinisi.


          Saksikan sajian kisah pada layar lebar setiap bulan.

          Berjalan, menyusuri persaan bersamaan.

          Bergandengan, angkuh, dengan percaya kaulah yang kubutuh.

          Tersipu bersama, saat bahasan menuju kearah tawa,

           Kau menuntunku, untuk menulis cerita yang tidak lagi berbau luka, dan kau percaya, perlahan, dengan waktu, semua pahit masa lalu akan berlalu. 

Namun kembali.


hingga,
akhirnya,
aku,
tersadar,


     Seiring timeline instagram berlalu, aku sebatas notifikaisi “suka” dalam unggahan foto lama, tertutup oleh notifikasi lainnya. Kekubur rupanya.
Tenggelam katanya.

         Sadar atau tidak, sangat disayangkan, dia tidak pernah tahu seberapa spesial kehadirannya untukku,
Dimana aku anggap dirinya sebagai udara segar yang baru, namun nyatanya aku tetaplah menjadi angin lalu. Berhembus, dingin tak tentu, dan sangat cepat berlalu. Dan. sudah.

Memang benar adanya, tiba tiba seseorang akan datang di ujung luka membawa tawa, namun tidaklah selamanya.

          Dan selama dalam kehadirannya, aku adalah pelukan terhangat untuk ia tinggalkan setelahnya, juga disini aku remuk kembali, dan hancurlah lagi. Serupa menegak racun dengan sengaja, ku harapkan kamu jadi obat paling mujarab, namun kau tikam aku kembali dengan biadab.
          Mungkin dalam benakmu, pernah ada aku, sebagai telinga yang selalu siap sedia menjadi muara segala duka dan bahagia dari ceritamu, selalu siaga dengan ponsel saat menerima pesan darimu, emnjawab sigap pertanyaan darimu.

           Tapi.
           Sudahlah,

           Aku tahu dirimu hanya salah arah, dimana jadikan ku sebagai persinggahan, bukan tujuan.
         
          Sudahlah. Tinggalkan.

          Seperti apa yang kau mau sejak dulu, melihat aku kembali sendiri tersiksa rindu, dengan masa lalu yang tak pernah lagi harapkanku.

          Sudahlah. Tinggalkan. Lupakan.

          Mungkin memang inilah sebuah pengabdian terhadap harapan yang berlebihan. Dimana kembali pada keterpurukan, aku sudah selayaknya kau abaikan dalam pelataran sepinya kesendirian.

          Namun, sudahlah,

          Terima kasih atas luka, dimana aku bisa bahagia sebelumnya.
Semoga setelahnya, kau akan tetap berbahagia, mencari tempat transit paling bisa dibuat sakit.

Terakhir, tak usah kau coba menerka isi tulisanku oleh mu,
Sepertiku, sebelumnya
kamu harus belajar berduka,


karena dengan luka, kamu akan mengerti rasaku darinya.
bahwa denganmu, aku adalah tempat transit paling sederhana.



Ditulis saat kamu masih melupakanku,
Bandung, 2017

Rizkiamyusuf

Wednesday 23 August 2017

BERSANTAILAH HATI YANG LELAH

    "Buat kamu yang terlalu lelah mengingat tanggal untuk perayaan dalam suatu hubungan! Lupakan ! Tinggalkan ! sebelum nanti kau ingat tanggal sebagai suatu sesal."


                Kalau kamu sekarang lagi sibuk, teruskanlah sibukmu,
                Fokuslah dengan kerjamu, lupakan saja semua hal yang tak perlu,
                karena cinta pasti butuh istirahat disaat kamu tak perlu.



                Apa kamu lagi santai ?
                jika iya, bagaimanakah dengan hubunganmu?

                Hubungan yang selama ini kau anggap membelenggu, dan dimana setelahnya, kata rindu selalu saja berujung pada ironi yang kelabu, hasilkan sendu, dan tangis yang membiru. Ketahuilah, kini dari setiap rasa yang ada, baik rindu darimu yang selalu saja tidak menentu, maupun rindu dirinya yang kau rasa tak tepat waktu,secara perlahan akan menikam setiap kisah bahagia masalalu, memberikan luka, melahirkan duka.
               
                Berhati hatilah dengan rindu, ketika semua permasalahan tentang rindu, dengan mudahnya kau selesaikan dengan kata “yuk ketemu” , padahal tak selamanya kerinduan terbayar dengan pertemuan. Terkadang semuanya membutuhkan kedewasaan, baik dari sikap maupun perasaan.

             Setiap rindu, bisa mejadi awal dari alasan hancurnya suatu hubungan, yang katanya keegoisan dinilai dari banyaknya urusan yang kau kerjakan, yang katanya tak peduli ketika kamu tak sanggup menanti, dan dikata tidak lagi cinta, karena kau tak ada waktu untuknya disaat kau sibuk dengan persiapan masa depanmu untuknya.


                Bersantailah !
                Sebelum hubunganmu terasa lelah !

                Lah iya ? Bagaimana kamu bisa santai? Jika pesan singkat dirinya hanya selalu saja sajikan seribu tanya berantai. Yang katanya sebagai tanda mencinta tapi rasanya seperti dikejar dimata mata. Dan ketika kamu akhirnya bertemu dengannya, tanpa basa basi, keluarlah pertanyaan penuh interogasi, makan berhadapan di restoran, seperti berhadapan dengan algojo membawa senapan.

                Ingin tertawa bersama,
                malah berduka adanya,
                harap romantis,
                namun akhirnya tragis.

                Larilah dan keluarlah! sebelum harapanmu mati olehnya.
                Walaupun diluar sedang gerimis, janganlah menangis, karena sudah seharusnya cinta terasa seperti itu, sejuk, sedikit demi sedikit, sajikan ketenangan.

                Bukan seperti badai yang hadir dengan angin besar yang mengintai dan siap membantai.
Namun memang, ketika kau lari, semuanya akan hancur berantakan, namun biarlah  tetap berserakan, karena aku yakin badai haruslah belajar dari apa yang telah ia hancurkan.

Apa yang dilakukan seseorang setelah ia lari dari kejaran bencana ?
Tentu, mencari kediaman baru untuk kembali bercerita,
Kembali tertawa,
Mencari tawa,
Hingga akhirnya lupa akan segala duka lama yang dulu selalu saja membelenggu.

Dengan alasan cinta.



Ditulis oleh seorang badai, yang tak bisa terima keputusan dan kini hancur dalam ketiadaan
Bandung, 2017

Rizkiamyusuf