Tuesday 10 October 2017

CERITA SECANGKIR KOPI

Terima kasih untukmu dan secangkir kopi.

            Yang telah membuat ku merasakan hangat dan manis disetiap teguk pertama seperti awal sebuah pertemuan antara kita. Berdua. Tercium pekatnya aroma, lambangkan rasa nyaman, antara sepasang telinga terhadap setiap susunan kata dan cerita tentang luka lama yang telah kehabisan tangisnya. Saat itu rasi bintang bersaing dengan cerahnya rembulan, berlomba – lomba menjadi saksi dari asyiknya sepasang bibir dalam perbincangan antara kita.

            Namun.

            Seiring lontaran tawa dan canda semakin menjadi, saat itu juga hangatnya kopi perlahan pergi. Dimana manisnya tiba tiba tak terasa.

Hambar dirasa…
Disaat aku tahu…
Bahwa…
Kamu telah kembali pulang pada pelukan lama.


Tak mungkin secepat itu kau lupa
Air mata sedihmu kala itu
Mengungkapkan semua kekuranganya
Dariku yang tidak ia punya

Daya pikat yang memang engkau punya
Sungguh – sungguh ingin aku lindungi
Dan setelah luka – lukamu reda
Kau lupa aku juga punya rasa
Tulus – Langit Abu - Abu

           

            Dan kini.

                   Tegukan terakhir pada kopi dalam cangkir, telah sisakan hampas, pada pahitnya sebuah cerita yang tak tuntas. Bersamaan dengan kamu yang telah bergegas untuk kembali tinggalkan luka yang tak pantas. Rembulan tak berkata, cahaya bintang pun takan pernah bertanya, tentang mengapa bisa kau tingalkan sepasang telinga yang selalu ada tuk setiap cerita, dalam lelah penatmu diujung senja.


           Dan malam ini, di tempat yang kini takan lagi kamu singgahi aku mencoba menatatap kepulan dari secangkir kopi, berhayal akan hadir kembali ceritamu yang memenuhi isi telingaku seperti saat awal bertemu. Hingga akhirnya kepulan tersebut hilang, menguap bersama sosok yang nyatanya telah pulang.



                Maka untuk terakhir kalinya izinkanlah aku membanggakan hatiku yang kembali serupa cangkir yang hanya berisi endapan pahit akan luka yang tak pernah kusangka. Dan disini aku terlambat untuk mengerti, bahwa kopi tak pernah bisa menemani mereka tuk mempertahankan sebuah harapan. Namun kopi, hanya tepat untuk mereka yang terluka, tanpa sebuah cerita untuk kembali didengarkan. 



Bandung, Oktober 2017

Rizkiamyusuf

*bersama hujan, kopi dan lagu TULUS - LANGIT ABU ABU