Thursday 7 September 2017

RINTIK

Jika kau temui jatuhan air dari langit dikala kau risau, percayalah itu bukan hujan.
melainkan tangisku yang selama ini menahan rindu sepeninggalanmu.

Kadang mereka datang untuk merugi bersama banyaknya angin disuatu hari, menarik  kusamnya bayang memori dalam kepahitan terindah yang kembali menari.

Kadang pula hadir hanya untuk menyapa dan tak selalu terduga, walau banyak yang menerka, menyentuh relung jiwa paling hampa membawa tawa, menyapu seluruh keluh dengan gelisah berbalut duka.

      Seringnya ku benci.
          Hadirnya ku rindu.
          Perginya ku tenang.
          Hilangnya dikenang.

Andai hujan kembali menyapa bersama angin tanpa memori, kembalikan semua rasa, hingga ku berani untuk kembali bermimpiTapi jika hanya untuk merugi, ku mencoba tak berkata, karena tidak ingin ku sakit lagi dengan hujan yang berbeda

Melintasi sepi malam ini membuatku kembali teringat, bahwa dirimu kini sedang menikmati dinginnya deras hujan dengan hangatnya sebuah pelukan, mengkombinasi bersama pekatnya aroma kopi penuh kasih sayang. Juga tak lupa menyelimuti diri dengan selimut yang sengaja kau rajut penuh dengan rasa dan harapan yang baru, setelah bahagia kau lepas dari ku, yang dulu kau anggap sangat membelenggu.

          Lain halnya dengan ku.

Yang masih dilalap sepi, membiru lebam terpukul kesendirian menjalema serupa hujan. Hari ini tak ada gunanya ku meringis, karena memang sudah percuma, setiap tangisan ku hanyalah akan membuat mu semakin merasa nyaman dalam pelukan, dan semakin cepat melupakan

          Lain halnya dengan ku.

Disini berbalut bekunya sebuah arti merindu, meringis pedih membias masa lalu merupa menjadi hipotermia yang dengan dinginnya menusuk saraf kedalam kalbu.
        
          Namun Bagimu.

Yang sudah terbiasa acuhkan setiap nada rindu dari ku, kau anggap semua hal itu hanyalah semu, palsu, dan tak pernah pantas untukmu.
Tak apa bagiku.
Ku harap kau bisa bahagia dengan setiap caramu, sudah kebal rasanya kau acuhkan diriku, dan ku harap ketika nanti hujan kembali. Kau dapat sesekali melepas selimutmu, hanya untuk beranjak keluar, dan temui aku,
Tak usah kau susah mencariku, cukup tatap langit saja di depan rumahmu, karena aku adalah awan yang sejak sore meneteskan air penuh ketulusan, hanya karena ingin kau merasa hangat dan nyaman.

          Inilah dariku,
          
Untukmu yang tak lagi sanggup ku peluk, tak bisa lagi rasanya ku genggam semua rasa rindu ini untukmu, sudah terlalu lama dan jauh berlalu, meruntuhkan setiap segmen harapan yang dulu, masih sangat membekas rasa pelukmu, hangatnya kasih tulusmu beserta senyuman yang membayang , membuatku gila , dimakan rasa yang kini telah tiada.
          
Otakku berirama, khayalku menari, mengajak seluruh sel dalam tubuhku hingga ke nadi. Hingga akhirnya semua jatuh satu persatu, mendomino saat kau tarik sekaligus harapan yang telah kurangkai.

          Itulah untukmu,
          
Sebuah harap yang kau runtuhkan, semua impi yang kau tinggalkan, sejuta pengorbanan yang kau acuhkan, dan cerita bahagia yang pernah membuatmu tertawa lepas walau akhirnya membuatku tewas. Tak ada artinya lagi ku meringis, karena setiap hadir dan sapaku yang kau tepis. Tak ada artinya lagi ku berdiri, karena kini bahu yang pernah menjadi tempatmu berbagi hati, telah rapuh, usang, retak tak ada yang memiliki.
          Namun, perlu kau ketahui,
Kini temanku telah bertambah, bukan hanya dengan cerita lama, dan memori yang kian menyiksa, kini rindu pun telah menjadi teman baru ku, dan sesaat lagi ia ku anggap sebagai sahabat baru, karena, dia telah mengisi seluruh ruang ku denganmu yang dulu pernah menyatu.
          
Lalu, ada yang namanya hujan, dia ini senantiasa embuat gaduh, meriuh diantara kesendirianku, meretas senyap, Berbisik dengan jutaan rintik, dan airnya yang terjatuh dengan gaduh, yang juga mengalir diatas jalanan yang retak selalu saja mengajak beradu dengan tempo dengan air yang terjatuh dengan sejuta peluh, yang juga mengalir di atas kisah yang telah rusak.
          
Hari ini,  aku sedang ingin bertemu dengan meraka, berdiskusi dengan apa  arti sendiri. Dan bersama mereka, kuciptakan aksara yang seharusnya tertuju untuk masa lalu. Dan resmi dihari ini.
          
Saat ku kenalkan mereka kepadamu, kita telah menjadi kesatuan baru, yang akan selalu setia mengisi setiap sela dimana kita pernah bersama, Dan masih disini, aku, bersama rindu dan hujan, akan memperkenalkan diri, sebagai suatu kumpulan kesempurnaan yang ku namai sepi. yang suatu saat, kepada mu akan menyapa dan itu pasti.


Ditulis saat tak ada hujan, tapi ku tetap merindukan sebuah sapaan.

Bandung, 2017
Rizkiamyusuf


2 comments:

  1. Ini parah...
    Hatiku patah kembali.
    Tulisan ini mewakilkan.
    Ah, aku kembali menangis.

    ReplyDelete