Saturday 4 May 2019

JERUJI SENDIRI



Alasan setiap jiwa tercipta sendiri adalah untuk saling menemukan, bukan membiasakan sepi, apalagi berkutat menuntut yang telah pergi.

Apa benar kamu sudah berteman dengan sepi? Kemana-mana merasa bisa seorang diri? Coba yakinkan dirimu sekali lagi, hentikan langkahmu, tutup bukumu, atau hentikan usapan jarimu pada layar yang sebenarnya tak ada satupun kesibukan harus kau pentingkan. Tak perlu melihat sekeliling, cukup lihat saja dirimu sendiri dalam bayang selama ini yang kau anggap “tidak apa-apa”.

Sekuat apapun jiwa, dihadapan sepi ia tak punya cara. Berusaha sibuk sendiri? Meng-iya-kan segala situasi, masa bodoh dengan setiap canda dari mereka yang saling menggenggam? Berharap baik-baik saja padahal hati tak baik hanyalah kemustahilan - upaya terbaik dalam menipu hati sendiri.

Harusnya beberapa orang mulai mencintai keramaian, karena disana mereka akan berkenalan dengan sepi lalu lantas akan menemui dirinya sendiri, karena setiap orang  lupa bahwa mereka adalah jiwa yang berjalan sendiri lalu menuntut ditemani. Beberapa diantaranya juga harus belajar agar tak berkomentar pada setiap pahit di segelas kopi yang sulit ditakar dengan rasa kehilangan ; berlalu lalang tumbuh menjalar di ingatan, nyaman bersemayam terbuai dengan pernah adanya indah pada satu masa.

Tak perlu dibahas lagi, setiap orang pasti tersiksa oleh yang namanya “belama-lama sendiri”, dan setiap mereka butuh ditemani ; dalam artian benar-benar di sepanjang usia atau bahkan “hanya sebatas ditemani”. Disini masa lalu bukan lah satu hal yang harus kita perbincangkan, karena mungkin kau, dia, mereka dan semua, pasti pernah terluka, sekecil apapun itu, luka harusnya hanya sebatas mengubah kita menjadi lebih peka terhadap rasa, bukan sebagai motivasi untuk kemudian menyendiri lalu menutup diri.

Kau tau kau layak bahagia, kau mengerti kau pantas dicintai, tapi kau tak pernah bisa kuasai diri kepada siapa perasaan harus kau pertaruhkan. Hingga lagi-lagi salahkan keadaan dengan mengurung diri dalam jeruji kekecewaan. Luka ada untuk kau sembuhkan, untuk kemudian kau ketahui mana yang pantas diterima dan mana yang harus segera dihindari. Andaikan juga kau mengerti, bahwa selalu ada celah bagi setiap hati untuk disembuhkan oleh mereka yang mati meski tak ingat pernah kau bunuh, yang pernah kau lepaskan – dengan atau tanpa jelasnya sebuah penolakan.

Selama ini kau, mereka, kita semua, hanya membuta saat terluka. Padahal siapakah kita berani-beraninya mengutuk cinta(?)