Denganmu, Aku adalah sebuah layu yang belum temukan mekarnya, yang
gugur sebelum tumbuh, yang hilang sebelum kau undang, dan rasa yang mati
sebelum sempat kau hidupkan.
Berusaha untuk kau anggap setia, dengan rela terluka. Padahal aku ini
apa?
Sempat senang dan berharap saat Kau sediakan ruang di dalam sana.
Padahal Aku ini siapa?
Maafkan aku bila selama ini menerjemahkan hadirmu sebagai sebuah jalan
kala ku tersesat, Aku memang terlalu mudah untuk lahirkan harap, menelusup,
menyelam, begitu dalam, hingga akhirnya aku kembali sesak dan tenggelam.
Aku hanyalah kemungkinan kecil yang tidak kau yakinkan, seolah
menemukan jalan namun akhirnya kembali tersesat.
Sering juga Aku menghindar dari ini, namun kau begitu mudah hidup dan
mengalir di nadi, melayang-layang sebelum mata terpejam, mengerak pekat di
ruang terdalam.
Aku juga sering takut, akan hadirku yang membuat kau merasa aman untuk
menjauh saja.
Disana, kerap juga kau pamerkan bahagia di tempat yang kau anggap rumah
itu, aku cemburu.
Aku memang tak patut memiliki rasa ini, untuk kau, yang “katanya”
dimiliki.
Namun, biarlah kali ini aku merasa pantas terluka. Oleh rasa yang
mungkin tak pernah disangka.
Pernah juga berpikir untuk menghilang, menghentikan langkah, namun
tidak mundur .
Hingga suatu saat kau butuhkan, aku siap kembali melangkah, selangkah,
selangkah, hingga kesadaranmu merekah dengan sendirinya.
Suatu saat kau akan tahu, mana yang kau kira rumah, mana yang kau
anggap Pulang.
Maka berbahagialah disana,
Aku tetap disini,
di kejauhan yang tak terlihat, namun tetap mudah kau temui.
Rizkia, 141118
No comments:
Post a Comment